Eugenius Paransi SH MH – Meja Hijau https://www.mejahijau.com Tajam Terpercaya Mon, 25 Jul 2022 19:52:19 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.5.3 Pnt Eugenius Paransi Calon BPMS GMIM Bidang Hukum dan HAM https://www.mejahijau.com/2022/02/pnt-eugenius-paransi-calon-bpms-gmim-bidang-hukum-dan-ham/ https://www.mejahijau.com/2022/02/pnt-eugenius-paransi-calon-bpms-gmim-bidang-hukum-dan-ham/#respond Thu, 24 Feb 2022 00:54:04 +0000 https://www.mejahijau.com/?p=14134 ]]> TOMOHON, mejahijau.com – Bernama lengkap Eugenius N Paransi SH MH dinilai memenuhi syarat menduduki posisi Wakil Ketua Badan Pekerja Majelis Sinode GMIM dibidang Hukum, HAM dan Aset Sertifikasi.

Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Manado tahun 2015 ini, memiliki pengalaman pelayanan terhitung sampai saat ini 6 periode.

Pekerjaan kesehariannya, Paransi sebagai Dosen tetap pada Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado dan Staf Ahli DPRD Provinsi Sulut.

“Saya berkerinduan untuk memberikan segenap talenta dibidang Hukum diaras pelayanan sinodal, secara organisatoris untuk bersama-sama menjaga keutuhan ber-jemaat, “ucap Paransi saat ditemui dibilangan pusat kota Manado baru-baru ini.

Suami tercinta dari Nova Manosoh ini menuturkan, dalam proses penjaringan tersebut dirinya sudah mendapat rekomendasi dari Badan Pekerja Majelis Jemaat (BPMJ) Fungsional Kampus Manado yang ditandatangani oleh Ketua BPMJ Pdt Dr Jemmy R Matheos MTh MPdK dan Sekretaris jemaat Pnt Dr Indri S Manembu.

“Menjawab akan semua kerinduan ini tentunya saya memohon kiranya ditopang dalam doa sambil berharap untuk didukung oleh hamba Tuhan para Ketua Badan Pekerja Majelis Jemaat yang tersebar di wilayah GMIM, “ungkap Paransi sembari mengatakan semua rencana dan harapan ada dalam rancangan kasih kuasa dan kehendak Tuhan.

Diketahui, hasil perkawinan dari Keluarga Paransi-Manosoh mereka dikaruniai 3 anak kekasih putra dan putri yakni Chrisly, Daniel dan Indah. Ketiganya menggeluti basic Hukum, dimana Chrisly bersama Daniel keseharian berprofesi sebagai Lawyer (pengacara red.) dan Indah sebagai Mahasiswa Semester IV Fakultas Hukum Unsrat Manado.(*jopa)

BERIKUT RIWAYAR PELAYANAN PNT EUGENIUS N PARANSI SH MH:

– 2 (Dua) periode sebagai Penatua di Jemaat GMIM Zaitun Karombasan Ranotana Weru Wilayah Manado Selatan.

– 2 (Dua) periode sebagai Penatua di Jemaat GMIM El-Elyon Wilayah Malalayang Satu Barat Manado.

– 2 (Dua) periode sebagai Penatua di Jemaat GMIM Fungsional Kampus Wilayah Manado Barat Daya.

]]>
https://www.mejahijau.com/2022/02/pnt-eugenius-paransi-calon-bpms-gmim-bidang-hukum-dan-ham/feed/ 0
Surat Dinas AKBP Rudi Hartono yang Meminta Pengukuran Tanah Warga tak Dapat Dibenarkan https://www.mejahijau.com/2021/12/surat-dinas-akbp-rudi-hartono-yang-meminta-pengukuran-tanah-warga-tak-dapat-dibenarkan/ Tue, 07 Dec 2021 00:37:32 +0000 https://www.mejahijau.com/?p=13576 ]]> MANADO, mejahijau.com – Surat Dinas AKBP Rudi Hartono yang meminta perangkat Desa Ratatotok Satu ukur tanah sengketa, tak dapat dibenarkan. Surat dinas Kapolres Mitra yang ditujukan kepada Kepala Desa Ratatotok Satu ini dinilai tendensius, salah kaprah, dan tak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.

Penegasan itu diungkapkan akademisi hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Eugenius Paransi SH MH saat diwawancarai redaksi mejahijau.com, Senin 06 Desember 2021.

“Kalau penyidik minta diukur obyek sengketa yang menjadi locus delicti kepada kepala desa, itu dapat dibenarkan. Tapi kalau meminta Kepala Desa mengukur atasnama pihak tertentu, ini tidak obyektif lagi, karena ada dua pihak yang bersengketa atas tanah tersebut. Maka pantas kalau kepala desa tidak mengukurnya,” ungkap Eugenius Paransi.

Menurut dosen Fakultas Hukum Unsrat Manado ini, kalau benar ada surat dinas kepolisian yang meminta ukur tanah atasnama salah satu pihak, maka tugas polisi cenderung menyimpang dalam menangani suatu perkara.

“Tidak dibenarkan karena menyimpang, apalagi obyek sedang sengketa. Mengapa tidak dibenarkan? karena surat dinas itu cenderung berpihak kepada salah satu pihak tertentu sementara pihak lain diabaikan dan terkesankan dikorbankan,” pungkasnya.

Pemberitaan media ini sebelumnya, Kapolres Mitra lewat surat dinas berkop Polri nomor: B/170/VI/2021/Reskrim meminta Kepala Desa Ratatotok Satu melakukan pengukuran dan penunjukan batas tanah milik Adri Didi Mamahit.

AKBP Rudi Hartono sendiri membenarkan surat tersebut diterbitkan dirinya selaku Kapolres Mitra dan juga sebagai penyidik atas kasus tersebut.

“Tolong dilihat dalam surat, bahwa Kapolres selaku penyidik. Berarti surat itu ada kaitannya dengan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Satreskrim,” kata AKBP Rudi Hartono sebagaimana pesan WA-nya, ‘Tlg di lihat dalam surat bahwa Kapolres selaku penyidik, berarti surat itu ada kaitannya dg penyelidikan dan penyidikan yg dilakukan oleh Satreskrim’.

Ternyata selidik punya selidik, kasus diawali obyek tanah milik Revol Tambuwun dan keluarganya mendapat klaim kepemilikan dari Adri Didi Mamahit.

Adri melapor pidana Hin sapaan Revol Tambuwun ke Polda Sulut. Hin disangkakan melakukan penguasaan tanah miliknya tanpa izin alias penggelapan hak tanah milik Adri.

Terkait itu, Institut Lembang Sembilan (IL9) mendesak Kapolda Sulut atau Kapolri memeriksa surat dinas Kapolres Mitra yang terkesan tidak obyektif lagi.

“Apakah surat dinas itu sesuai tupoksi Polri atau tidak, itu harus diuji. Maka sebaiknya Kapolda Sulut dan Kapolri periksa Kapolres Mitra,” kata Harianto SPi, Wakil Ketua Institut Lembang Sembilan (IL9) Provinsi Sulut.

Lanjut dia, kalau ternyata surat tersebut tidak sesuai Tupoksi Polri, maka bersangkutan patut dijatuhi sanksi sesuai ketentuan kepolisian karena berpotensi merusak nama baik Polri.

Jurubicara IL9 ini menyebut soal adanya oknum-oknum yang sengaja didatangkan dari Jawa Tengah. Kehadiran mereka berpotensi merusak kultur dan tatanan kemasyarakatan di wilayah Ratatotok dan sekitarnya.

“Informasi yang kami terima, ada oknum-oknum tertentu yang memboncengi praktek mafia tanah di wilayah pertambangan di Desa Ratatotok. Untuk itu kami meminta Kapolri dan Kapolda Sulut segera mengevaluasi anggotanya dan tingkatkan pengawasan di wilayah itu,” kata Harianto.

Menurut Harianto, surat dinas Kapolres Mitra itu terlanjur menjadi bahan perbincangan masyarakat sehingga pimpinan kepolisian patut untuk memeriksanya kembali.

Diketahui Institut Lembang Sembilan merupakan organisasi sayap pemenangan Presiden Joko Widodo – Ma’aruf Amin, maka pihaknya akan terus mengawal program pemerintah dalam mewujudkan Indonesia Maju.(vanny/*tim redaksi)

]]>
Polemik Status ASN di Pilkada https://www.mejahijau.com/2020/08/polemik-status-asn-di-pilkada/ https://www.mejahijau.com/2020/08/polemik-status-asn-di-pilkada/#respond Mon, 17 Aug 2020 01:07:56 +0000 http://www.mejahijau.com/?p=10927 ]]> DALAM DEBAT publik akhir-akhir ini mengemuka soal status ASN yang bersedia maju sebagai bakal calon Walikota Manado. Hal ini cukup mengundang polemik, apakah objektif tanpa pretensi tertentu, ataukah hanya sekadar syarat kepentingan (vest interest) dalam kontestasi menjelang Pilkada 9 Desember 2020.

Agar supaya terang benderang tidak saling jegal dalam berbagai perspektif dan spekulasi politik, penting Penulis memberikan edukasi publik, dengan tetap menjaga independensi untuk mengulas dalam pendekatan akademik yuridis tentang bagaimana status ASN, kapan bakal Calon ini mundur sebagai ASN dalam perhelatan Pilkada?.

Dibawah ini ada beberapa ketentuan terkait status ASN sebagai berikut:

Pertama: Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2020 Perubahan atas PP No. 11 Tahun 2017 Tentang Menajemen PNS, Pasal 254 ayat (1) “PNS wajib mengundurkan diri sebagai PNS pada saat ditetapkan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota oleh lembaga yang bertugas melaksanakan pemilihan umum.”, ayat (2)”Pernyataan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat ditarik kembali.”

Berdasarkan Regulasi tersebut diatas secara eksplisit terkait dengan pengunduran diri sebagai ASN, nanti pada saat ditetapkan sebagai Calon oleh Komisi Pemilihan Umum. Sesuai dengan PKPU No. 5 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Walikota Tahun 2020.

Bahwa tahapan Pendaftaran Calon yaitu pada tanggal 4 sampai dengan 6 September 2020, dan Penetapan Pasangan Calon oleh KPU tanggal 23 September 2020, jadi nanti wajib mengundurkan diri pada saat ditetapkan sebagai Pasangan Calon oleh Komisi Pemilihan Umum pada tanggal 23 September 2020.

Kedua: Undang-undang No. 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, Pasal 7 ayat (1) “Setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri dan dicalonkan sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.

Tentang persyaratan Calon Pasal 7 ayat (2) huruf t “menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai    Negeri Sipil serta Kepala Desa atau sebutan lain sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan.”

Pada penjelasan Undang-undang No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil negara disebutkan bahwa “dalam upaya menjaga netralitas ASN dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan ASN, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.”

Sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2004 Tentang Larangan PNS menjadi Anggota Partai Politik dalam Pasal 2 ayat (1) “Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.” Ayat (2) Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil.”

Berdasarkan ketentuan tersebut potensi pengunduran diri sebetulnya, bukan nanti terjadi pada saat PNS tersebut mendaftarkan diri sebagai Pasangan Calon dan ditetapkan oleh KPU dalam penetapan Calon tetapi dapat pula terjadi juga pada saat ASN yang bersangkutan menjadi Anggota Partai Politik.

Fenomena usung mengusung Calon diinternal Partai Politik, diwajibkan Calon yang akan diusung harus menjadi Anggota Partai Politik lebih dahulu dan diterbitkanlah Kartu Tanda Anggota (KTA).

Pada saat ini berdasarkan ketentuan tersebut ASN harus mundur jauh sebelum pendaftaran Calon dalam Pilkada. PP No. 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, dalam Pasal 6 huruf h “Nilai-nilai Dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Pegawai Negeri Sipil meliputi : profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi;”

Mengapa ASN harus netral dalam Pilkada, agar menjaga Independensi, Perofesionalitas sebagai penyelenggara Negara serta menjamin pelayanan publik yang adil bagi semua pihak.

Terkait dengan fungsi pengawasan ASN telah dibentuk Komisi ASN (KASN) yang mempunyai wewenang dalam Undang-undang No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 32 ayat (1) huruf c “KASN berwenang: meminta informasi dari pegawai ASN dan masyarakat mengenai laporan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; huruf d “memeriksa dokumen terkait pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; Pasal 32 ayat (2) “Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, KASN berwenang untuk memutuskan adanya pelanggaran kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN.

Jadi mekanisme Peraturan Perundang-udangan ini, mutlak pelanggaran ASN harus melalui pemeriksaan Komisi Aparatur Sipil Negara terlebih dahulu sebelum merekomendasikan kepada atasan langsung dari ASN yang bersangkutan, jika atasan langsung mengabaikan rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil Negara, maka KASN diberikan kewenangan untuk menyampaikan langsung kepada Presiden, sebagai top administratur dan top eksekutif untuk menjatuhkan sanksi.

Demikian prespektif yuridis terkait pencalonan ASN pada Pilkada.(Penulis: 1. Dosen di Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado. 2. Tim Ahli DPRD Provinsi Sulut.

]]>
https://www.mejahijau.com/2020/08/polemik-status-asn-di-pilkada/feed/ 0
Kantongi SK Nasdem, Rektor Unima Sudah Seharusnya Diberhentikan! https://www.mejahijau.com/2020/08/kantongi-sk-nasdem-rektor-unima-sudah-seharusnya-diberhentikan/ https://www.mejahijau.com/2020/08/kantongi-sk-nasdem-rektor-unima-sudah-seharusnya-diberhentikan/#respond Sun, 02 Aug 2020 14:24:00 +0000 http://www.mejahijau.com/?p=10890 ]]> MANADO, mejahijau.com – Resmi mengantongi SK (Surat Keputusan) dari Partai Nasdem sebagai Calon Walikota Manado, Prof Dr Julyeta Paulina Amelia Runtuwene MS disingkat JPAR sudah seharusnya diberhentikan dari jabatan Rektor Universitas Manado (Unima).

Alasannya, kampus harus steril dari aktivitas politik praktis. Lembaga pendidikan mutlak harus terbebas dari praktek politik, bebas dari trik dan intrik politik dengan dalil apapun.

Penegasan itu diungkapkan akademisi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Eugenius Paransi SH, MH kepada redaksi mejahijau.com di Manado, Minggu, 02 Agustus 2020.

Menurut Dosen Fakultas Hukum Unsrat Manado ini, setelah seseorang menerima SK dari partai politik sebagai bakal calon kepala daerah otomatis dia sudah akan memainkan kepentingan politik partai yang mengutusnya.

“Dan itu tidak boleh terjadi di kampus. Maka sudah seharusnya Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) memecat pejabat tersebut dari jabatan. Sebab kampus tidak boleh dikotori oleh politik praktis,” kata Paransi.

Diuraikannya, aturan baru Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, pada Pasal 254, (1) PNS wajib mengundurkan diri sebagai PNS pada saat ditetapkan sebagai calon kepada negara atau kepala daerah.

“Jabatan rektor yang duluan harus disikapi. Kalau status PNS-nya, itu harus mundur pada saat ditetapkan sebagai calon oleh lembaga yang bertugas melaksanakan pemilihan umum. Dan hal itu dijelaskan oleh PP Nomor 17 tahun 2020 tentang Perubahan atas PP Nomor 11 Tahun 2017, tentang Manajemen PNS, pada Pasal 254, ayat 1,” jelas mantan Komisioner KPU Manado ini.

Soal hadirnya calon pejabat parpol di kampus, itu tidak bisa diterima. Dijelaskan, pembelajaran politik di kampus-kampus, itu dapat dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan seijin manajemen kampus, bukan parpol!.

“Kampus itu independen. Ia memiliki otonomi sendiri sebagai lembaga pendidikan dan keilmuan, bukan dijadikan arena politik oleh partai-partai politik,” tandasnya.

Seperti diketahui, rektor Universitas Negeri Manado (Unima) Prof Dr Julyeta Paulina Amelia Runtuwene MS (JPAR), terang-terangan loncat ke bursa Pemilihan Wali Kota (Pilwako) Manado tahun 2020.

JPAR berpasangan dengan Harley ‘Ai’ Mangindangan, baru-baru ini telah menerima SK Partai Nasdem sebagai pasangan calon walikota Manado dan wakil walikota-nya.

Hal tersebut mendapat kritik keras dari Anggota DPRD Sulut Wenny Lumentut. Menurutnya, kampus tidak boleh ‘dikotori’ dengan urusan-urusan politik. Apalagi Unima saat ini tengah memproses pemilihan rektor baru. Seharusnya pemimpin (rektor) memberi contoh yang baik.

“Jangan hanya karena ‘haus’ kekuasaan, nasib mahasiswa dan civitas akademia Unima dikorbankan. Maka dari itu, kami mendesak Menristekdikti segera menentukan pelaksana tugas Rektor Unima,” tandas Ketua Fraksi Nyiur Melambai DPRD Provinsi Sulut itu.

Menurut Lumentut, setelah menerima SK partai politik (Nasdem), pertanda Rektor Unima telah masuk arena politik praktis. Sudah seharusnya Menristekdikti mencabut jabatan Rektor Unima dari bersangkutan.(tim redaksi/ferry lesar)

]]>
https://www.mejahijau.com/2020/08/kantongi-sk-nasdem-rektor-unima-sudah-seharusnya-diberhentikan/feed/ 0
Dosen Hukum Unsrat Beberkan Modus Mafia Tanah Versus Kebijakan Pemerintah https://www.mejahijau.com/2020/07/dosen-hukum-unsrat-beberkan-modus-mafia-tanah-versus-kebijakan-pemerintah/ https://www.mejahijau.com/2020/07/dosen-hukum-unsrat-beberkan-modus-mafia-tanah-versus-kebijakan-pemerintah/#respond Thu, 30 Jul 2020 02:53:40 +0000 http://www.mejahijau.com/?p=10878 ]]> MANADO, mejahijau.com – Dosen Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Eugenius Paransi SH MH, mengulas soal Kebijakan Pertanahan VS Mafia Tanah appraisal terdiri dalam tiga aspek kepada redaksi mejahijau.com, Kamis, 23 Juli 2020.

Tiga aspek tersebut di antaranya, masalah konsinyasi apabila ada pihak yang bersengketa, masalah kepastian hukum terhadap sertifikat yang sering digugat dan dibatalkan oleh Pengadilan, serta sindikat mafia tanah yang bekerjasama dengan instansi yang berwenang secara terstruktur dan sistimatis.

Menurut Paransi, semuanya itu mewarnai problematika hukum di sekitar pertanahan yang tiada habis-habisnya untuk dibahas. Terakhir Kapolda Sulut Irjen Pol Drs Royke Lumowa MM, tiba-tiba mempertegas komitmen kepolisian memberantas mafia tanah yang menyengsarakan rakyat.

Eugenius Paransi yang juga Tim Ahli DPRD Provinsi Sulut kemukakan soal kecurigaan Kapolda Sulut adanya beberapa modus operandi mafia tanah, seperti pura-pura membeli dan modus lainnya menipu pemilik tanah demi keuntungan pribadi dan korporasi.

“Modusnya pura-pura jadi pembeli tanah hingga kantor notaris yang tentunya abal-abal. Semuanya diawali dengan jual-beli properti dilakukan penjual dengan pembeli dalam pertemuan untuk melakukan transaksi,” paparnya.

Dia menerangkan, seseorang berperan menjadi pembeli yang seolah-olah akan membeli aset properti dengan nilai yang disepakati. Untuk meyakinkan penjual mereka memberikan uang muka, kemudian mafia tanah menunjuk kantor notaris palsu yang merupakan satu komplotan jaringan mafia tanah.

“Kantor notaris palsu didesain sedemikian rupa, dipasang plang notaris, dengan hadirnya staf kenotarisan yang tentunya figur-figur tersebut diciptakan sedemikian rupa untuk meyakinkan penjual. Dan setelah pembeli dan penjual bertemu, pembeli meminta sertifikat dari penjual dengan dalih untuk di cek ke BPN,” urai Paransi.

Lebih jauh mantan Ketua KPU Manado ini mengatakan, setelah terjadi perpindahan kepemilikan sertifikat dari penjual ke pembeli yang tak lain mafia tanah dilakukan upaya pemalsuan dokumen dengan memalsukan sertifikat dan diiring pemalsuan identitas lainnya berupa KTP, KK, bahkan surat cerai.

Bahkan lanjut dia, saat pihak perizinan melakukan upaya pengecekan, kembali dilakukan pemalsuan sistematis dan meyakinkan juga turut didukung oknum sesuai pemalsuan tersebut. Akhirnya pihak berizin yakin dan mencairkan dana sesuai yang disepakati dengan jumlah yang sangat besar.

“Terjadilah pemindahan hak kepemilikan atau hak properti dari pihak penjual ke kelompok mafia. Dan si penjual tentu sangat dirugikan dalam.jumlah yang sangat besar,” terangnya.

Bagi praktisi hukum ini, ada juga modus legal lainnya, yaitu, pembeli tanah sudah lebih dulu mengetahui rencana pembangunan atas tanah yang belum diketahui oleh masyarakat. Pemilik modal membeli dengan harga yang murah kepada masyarakat, kemudian dijual kembali kepada pemerintah dengan harga yang jauh lebih tinggi daripada harga masyarakat.

Sehingga dampaknya banyak masyarakat yang menyesal telah melepas kepemilikkan tanahnya pada waktu-waktu yang lalu.

Disamping itu ada pula modus mafia tanah membawa bawa keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), dan menunjukan anmaning pengadilan, surat keterangan tanah, dan surat ukur dari kepala desa, padahal putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap tersebut dapat dikategorikan secara hukum non-executable artinya putusan tidak dapat dieksekusi.

Modus seperti itu, kata Eugenius Paransi, merupakan praktek jebakan para mafia tanah dengan menggunakan putusan pengadilan. Belum lagi ada modus operandi sindikat mafia tanah dengan instansi yang berwenang, dan yang ini jauh lebih berbahaya karena termasuk kejahatan terstruktur dan sistematis untuk memperdaya masyarakat.

Pelak saja kondisi seperti itu rakyat selaku pemilik tanah termajinalkan dan terjadi pemiskinan struktural serta kesenjangan ekonomi yang melebar.

“Nah untuk mengatasi hal seperti itu terjadi, yakni bagaimana cara memberangus dengan memulai pembersihan aparat yang bermental korup. Sejalan dengan program Nawacita Presiden Joko Widodo yang salah satunya adalah Revolusi Mental (National Character Building),” ulas Paransi.

Pembersihan dari hulu ke hilir, kata dia, sangat penting untuk mengembalikan hakikat fungsi negara yang diamanatkan pasal 33 UUD 45 menjadi sebuah impian masyarakat.

Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) adalah kebijakan yang sangat ideal karena tujuannya tanah-tanah masyarakat semua terdaftar dengan target 7 (tujuh) juta sertifikat seperti yang akan dijangkau oleh pemerintah. Namun itu akan menjadi permasalahan dikemudian hari ? Apabila manajemen data fisik dan data yuridis, yaitu dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Pasal 1 angka: 6. Data fisik adalah keterangan mengenai letak batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya. 7. Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban beban lain yang membebaninya.

Di akhir kalimat itu, kata pegiat anti korupsi ini, apabila tidak baik dikelola dan tidak adanya keterbukaan kepada masyarakat, maka akan berpotensi terjadinya gugatan hukum.

Demikian sekelumit gagasan konstruktif merespon permasalahan tanah dan political will kebijakan pemerintah. Sehingga tidak terjadi penggalan syair Ebit G. Ade: “perjalanan ini terjadi sangat menyedihkan…….

banyak jeritan yang musti kau saksikan….. gembala kecil menangis sedih, ohhh.. ohhhhooo.. “Mari tangisan rakyat atas tanah-tanah mereka kita jawab bersama.” (ferry lesar)

]]>
https://www.mejahijau.com/2020/07/dosen-hukum-unsrat-beberkan-modus-mafia-tanah-versus-kebijakan-pemerintah/feed/ 0
Perspektif Calon Perseorangan pada Pilkada https://www.mejahijau.com/2020/07/perspektif-calon-perseorangan-pada-pilkada/ https://www.mejahijau.com/2020/07/perspektif-calon-perseorangan-pada-pilkada/#respond Thu, 16 Jul 2020 00:55:21 +0000 http://www.mejahijau.com/?p=10797 ]]> MANADO, mejahijau.com – Dinamikapolitik dalam rangka menyambut Pesta Demokrasi di sejumlah wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Sulut gaungnya semakin nyaring. Berbagai respon muncul, salah satunya mengangkat topik “Perspektif Calon Perseorangan Pada Pilkada”.

Catatan yang diulas Dosen Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado Eugenius Paransi, SH, MH memaparkan, kontestasi perhelatan Pemilihan Kepala Daerah Gubernur, Bupati/Walikota diwarnai dengan dominannya hegemoni Partai Politik sebagai mesin politik yang sudah terstruktur dan berpengalaman menjadikan pemimpin parpol identik dengan kaum feodalistik.

Apalagi, ungkapnya, bagi parpol yang memenangkan pemilihan legislatif dan memperoleh kursi terbanyak di DPRD, semakin diintai oleh figur bakal Calon.

Kemudian menjadi pertanyaan, apakah pemenuhan syarat dukungan yang dipersyaratkan oleh undang-undang untuk mencalonkan Kepala Daerah terpenuhi atau tidak.

“Hingga tak jarang muncul kasak-kusuk isu koalisi makin gencar agar terpenuhi syarat 20% dari jumlah kursi di DPRD. Misalkan jumlah kursi DPRD Kota Manado ada 40 kursi, sehingga mesti mencapai dukungan 8 kursi baru Parpol itu dapat mengusung calon,” tutur Paransi kepada mejahijau.com, Rabu 15 Juli 2020.

Menurut Tim Ahli DPRD Provinsi Sulut ini, berbeda dengan Parpol yang telah mendapat dominasi 20% atau lebih dari jumlah kursi yang ada, tanpa koalisi dengan Parpol lain pun dapat mengusung calon.

Dan belum lagi sinyalemen maraknya mahar politik cukup mewarnai dalam penentuan usungan bakal Calon. Sehingga hal ini sedikit memasung hakekat kebebasan hak asasi manusia (human rights) di bidang politik dan melanggar prinsip-prinsip keadilan sebagai warga negara untuk bisa dipilih dan memilih.

Oleh sebab itu, kata mantan Ketua KPU Kota Manado ini, menjawab tuntutan masyarakat agar kebuntuan ruang politik bisa terbuka, maka regulasi menjamin pencalonan Kepala Daerah dapat dilakukan melalui jalur Perseorangan atau Independen yang notabene non partisan.

“Ketentuannya sesuai dengan Undang-undang No. 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-undang,” ujar Praktisi Hukum ini.

Dia menerangkan, sesuai Pasal 41 :

1. Calon Perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur jika memenuhi syarat dukungan jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih dan termuat dalam daftar pemilih tetap pada pemilihan umum atau Pemilihan sebelumnya yang paling akhir di daerah bersangkutan, dengan ketentuan:

A. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa harus didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen);

B. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa harus didukung paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen);

C. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen);

D.     Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa harus didukung paling sedikit 6,5% (enam setengah persen); dan

E. Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kabupaten/kota di Provinsi dimaksud.

2.     Calon Perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota jika memenuhi syarat dukungan jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih dan termuat dalam daftar pemilih tetap di daerah bersangkutan pada pemilihan umum atau Pemilihan sebelumnya yang paling akhir di daerah bersangkutan, dengan ketentuan:

A. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250.000 (dua ratus lima  puluh ribu) jiwa harus didukung paling sedikit 10% (sepuluh persen);

B. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa harus didukung paling sedikit 8,5% (delapan setengah persen);

C. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk yang termuat  pada daftar pemilih  tetap  lebih  dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa harus didukung paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen);

D. Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk yang termuat  pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa  harus didukung paling sedikit 6,5% (enam setengah persen); dan

E. Jumlah dukungan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d tersebar di lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan di kabupaten/kota dimaksud.’

3. Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuat dalam bentuk surat dukungan yang disertai dengan fotokopi Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau surat keterangan yang diterbitkan oleh dinas kependudukan dan catatan sipil yang menerangkan bahwa penduduk tersebut berdomisili di wilayah administratif yang sedang menyelenggarakan Pemilihan paling singkat 1 (satu) tahun dan tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap Pemilihan umum sebelumnya di provinsi atau kabupaten/kota dimaksud.

4.     Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberikan kepada 1 (satu) pasangan Calon Perseorangan.

“Prosentasi jumlah dukungan e-KTP tersebut diatas, diambil dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang bersumber dari Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang dimutahirkan” beber aktivis hukum ini.

Untuk Kota Mando, katanya, jumlah DPT 345.406 x 8,5% = 30.385 e-KTP. Untuk Provinsi Sulut Pemilihan Gubernur jumlah DPT 1.908.115 x 10 % = 190.812 e-KTP. Hal ini perlu memperhatikan PKPU No. 5 Tahun 2020 Tentang Tahapan Program dan Jadwal Pilkada mengenai prosedur/mekanisme bakal Calon Perseorangan antara lain :

Bakal Calon Perseorangan menyerahkan syarat dukungan kepada KPU, selanjutnya KPU melakukan pengecekan dan jumlah sebaran, kemudian dilakukan verifikasi administrasi dan kegandaan dokumen dukungan dan dilakukan verifikasi faktual ditingkat Desa/Kelurahan selama 14 (empat belas) hari sejak dokumen syarat dukungan bakal pasangan Calon diterima oleh PPS.

Sesudah itu direkapitulasi secara berjenjang mulai dari tingkat Kecamatan, Kabupaten/Kota sampai Provinsi untuk bakal Calon Gubernur. Kemudian ada pemberitahuan hasil rekapitulasi kepada bakal Paslon (Pasangan Calon) jika kurang, maka ada kesempatan perbaikan syarat dukungan dan perbaikan itu kembali diverifikasi administrasi dan dilanjutkan verifikasi faktual hasil perbaikan.

Mulai lagi dari tingkat Desa/Kelurahan oleh PPS selanjutnya rekapitulasi hasil perbaikan ditingkat Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi. Apabila memenuhi syarat, maka bakal Calon Perseorangan dan bakal Calon yang berasal dari Partai politik atau gabungan Partai politik mendapat tiket untuk mendaftar dalam pendaftaran Calon Kepala Daerah tanggal 4 sampai dengan 6 september 2020 pada Komisi Pemilihan Umum Provinsi, Kabupaten/Kota.

Perlu diketahui oleh masyarakat Kota Manado, bahwa saat ini telah dilakukan verifikasi faktual oleh PPS satu bakal Calon Independen Walikota Manado dan tahapan sekarang ini sedang dilakukan rekapitulasi ditingkat Kecamatan.

Peran serta masyarakat dalam pengawasan turut menciptakan proses penyelenggaraan demokrasi ini berjalan dengan baik dan semakin berkualitas untuk melahirkan Pemimpin-Pemimpin ditingkat lokal baik melalui gerbong Partai politik, maupun jalur Perseorangan/Independen.(ferry lesar)

]]>
https://www.mejahijau.com/2020/07/perspektif-calon-perseorangan-pada-pilkada/feed/ 0