Grace Sarendatu Beberkan Status Perwira Polda di Kasus Lahan Tambang Alason

MANADO, mejahijau.com – Siapa tak marah jika lahan tanah yang sudah dibeli, ternyata dijual lagi oleh penjual yang sama kepada warga negara asing (WNA).

Lebih menarik lagi, terungkap ada anggota Polri yang masih aktif, ikut berkecimpung didalam pusaran sengketa lahan tambang di lokasi bernama Alason, Desa Ratatotok Satu, Kabupaten Minahasa.

Grace Sarendatu pantas marah. Lahan lahan tanah yang sudah dibeli dari Boy Tarore, diketahui belakangan sudah dijual lagi oleh bersangkutan kepada Terrence Kirk Filbert, WNA Kanada.

Terrence Kirk Filbert kemudian menujuk anggota Polri pangkat AKBP inisial RK alias Robert sebagai penerima kuasa atas lahan tanah tersebut. Setelah menerima kuasa penuh dari WNA asal Kanada, oknum anggota Polri ini-pun segera melancarkan aksinya.

Dia langsung melapor Grace Sarendatu ke tempatnya bertugas di Polda Sulut. Grace dilaporkan melakukan serangkaian pemalsuan dokumen tanah di lokasi Alason yang sudah dibelinya dari Boy Tarore.

Didampingi kuasa hukum Stevy da Costa dan Erick Mingkid, semua tuduhan AKBP Robert dibantah Grace Sarendatu saat konferensi pers di Kota Manado, Kamis, 04 Nopember 2021.

“Klien kami (Grace Sarendatu) membeli tanah pasini di lokasi bernama Alason, Desa Ratatotok Satu. Pembelian dilakukan melalui surat perjanjian perikatan jual-beli tanah dengan lelaki bernama Boy Tarore bersama dengan persetujuan istrinya,” kata da Costa sembari memperlihatan surat-suratnya.

Lahan tanah tersebut dibeli Grace Sarendatu senilai Rp 935 juta dengan bukti transaksi sebanyak lima lembar kuitansi. Kemudian disusul pembuatan Surat Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) antara Grace dengan Boy Taroreh. PPJB awanya dibuat tertanggal 11 Januari 2014 dan PPJB Perubahan dilakukan tertanggal 12 Agustus 2014 silam.

Dalam klausul Pasal 3 PPJB tertera klausul yang menyatakan bahwa, pihak pertama (Boy Taroreh) tidak diperbolehkan menjual atau menggadaikan atau memindahtangankan hak atas tanah dimaksud ke pihak lain.

Dalam perikatan jual-beli tahap pertama, lokasi tanah sebenarnnya ada enam (6) bidang. Tetapi setelah dicek hanya tiga bidang saja.

Maka pada tahun 2015 disepakati untuk dibuatkan jual-beli ulang tiga (3) bidang lainnya dengan menggunakan tahun yang sama, yakni tanggal 12 Agustus 2014.

Lanjut tim kuasa hukum, lahan tanah tersebut sejak dibeli tetap dalam penguasaan Grace Sarendatu. Kemudian pada tahun 2015, 2016, 2017, penjual Boy Tarore mengajukan izin pinjam lahan tanah tersebut.

“Izin pinjaman tanah diajukan dalam bentuk surat tertulis,” jelas da Costa.

Lokasi lahan tanah terbilang masih hutan lebat dengan kountur tanah berbukit-bukitan. Maka pada 2018, Grace Sarendatu mengajukan permohonan pengukuran ulang untuk tiga bidang tanah pertama kepada pemerintah Desa Ratatotok Satu.

Setelah pengukuran ulang tiga bidang pertama yang luasnya lebih dari 71 ribu atau 7 hektar lebih, hasil pengukuran berkurang tinggal 6,2 hektar.

Penyusutan luas tanah itu, kata da Dosta, wajar-wajar saja karena dulunya masih bergunung-gunung dan sekarang sudah ada bagian yang rata.

Herannya pada 2020, mendadak Grace baru tahu kalau lahan tanah yang dibelinya sudah dijual lagi oleh Boy Tarore. Penjualan Boy kabarnya dilakukan secara diam-diam kepada Terrence Kirk Filbert, WNA Kanada.

“Belakangan baru terungkap, tanah yang sudah dijual Boy Tarore kepada klien kami, ternyata dijual lagi kepada WNA!,” sergah da Costa.

Terrence Kirk Filbert setelah membeli lahan tanah tersebut, memberikan kuasa penuh kepada oknum anggota Polri aktif inisial RK alias Robert berpangkat AKBP.

“Dan berdasarkan surat kuasa dari WNA, oknum Polri yang bertugas di Polda Sulut ini melapor klien kami ke tempatnya dia bertugas,” ungkap Stevy.

Apalagi obyek lahan tanah yang dikuasai oleh AKBP Robert, surat tanahnya tidak terdafar di register desa, dan juga tidak terdaftar di kantor camat.

“Register sekarang masih terdaftar atasnama klien kami,” tandas da Costa.

Kondisi ini memaksa tim kuasa hukum Grace Sarendatu mempertanyakan status anggota Polri yang masih aktif yang menerima kuasa dari WNA, sebenarnya jelas dilarang oleh undang-undang.

“Aturannya sangat jelas anggota Polri dilarang berbisnis. Tetapi lucunya, anggota Polri ini menerima surat kuasa dari ex PT Borneo Jaya Emas. Kalau “ex” berarti bekas, entah masih beroperasi atau tidak. Dan yang jelas, di lokasi kini ada kegiatan tambang,” katanya.

Dan keberadaan AKBP Robert dalam kasus kliennya, akan terus dipermasalahkan tim pengacara Stevy da Costa dan Erick Mingkid. Menurut keduanya, di peraturan pemerintah nomor 2 tahun 2003 pasal 5 huruf a, dikatakan, anggota Polri wajib memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat. Dan pasal 5 huruf huruf e, disitu sangat jelas bahwa anggota Polri dilarang bertindak selaku perantara bagi pengusaha.

“Lalu oknum AKBP Robert menerima kuasa dari WNA yang dibuatkan di Amerika Serikat, bagaimana posisinya dalam undang-undang tersebut jelas sangat bertentangan,” tandasnya.

Dan pihaknya telah melaporkan oknum AKBP Robert ke Kapolri, Kapolda Sulut, Direktur Krimsus, Komisi III DPR-RI, Kompolnas untik minta keadilan dan perlindungan hukum terhadap kliennya yang dilapor pidana oleh anggota Polri yang bertugas di Polda Sulut itu.

Selain itu, pengacara Stevy juga membeberkan foto-foto pertemuan oknum AKBP Robert dengan para investor di suatu tempat tertentu.

Sementara AKBP Robert dikonfirmasi wartawan memastikan soal statusnya sebagai penerima kuasa penuh dari Ex PT Borneo Jaya Emas.

“Saya tegaskan, bahwa saya diberi kuasa dan bukan sebagai perantara. Antara penerima kuasa dan perantara batasannya sangat berbeda. Dan Mr Terrence berhak menitipkan atau memberi kuasa kepada si A, si B, si C, itu karena dia pemilik lahannya,” tegas AKBP Robert sembari menjelaskan dirinya tidak sebagai perantara.

Lanjut dikatakan, AJB itu bukti bahwa transaksi jual-beli sudah selesai. Artinya tidak ada lagi ikatan antara penjual dengan pembeli.

“AJB itu berarti sah secara penuh milik si pembeli. Kalau perjanajian perikatan jual beli, berarti masih ada ikatan dengan penjual,” katanya.

Dia mempersilahkan Grace Sarendatu bersama tim pengacara menempuh jalur hukum sebagaimana jalur yang semestinya.(tim redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *