Capek 21 Tahun Berperkara, Citraland VS Eks-Penggarap Sepakat Damai

MANADO, mejahijau.com – Setelah 21 tahun capek-capek berperkara, akhirnya Citraland Manado melawan eks-penggarap sepakat menempuh jalan damai.

Akhirnya tuntas sengketa tanah antara PT Ciputra Internasional pengelola Citraland Manado dengan warga eks penggarap atas lahan Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 70 tahun 1994.

Dua belah pihak sepakat damai tertuang dalam Akta Perdamaian yang dibuat di hadapan Notaris Nancy Angelina Maria Tulung SH MKn di Manado, Senin, (22/05/2023).

Adapun pihak pertama disebutkan, yakni 147 Kepala Keluarga (KK) diwakili oleh 10 warga yang menandatangani Akta Perdamaian.

Mereka masing-masing, Sonny Nelson Woba (Ketua Tim Kerja), Ridel Metusallach, Oly Woba (menerima kuasa dari Jefri Metusalach), Deby Thelma Sampow, Wempie Wolter F Mononimbar, Hibor Medaluun Ruung, Nelson Lesi, Victoria Ulipi, Winndy Itje Tampi, dan Leindrach Maasawe Poeloe.

Kemudian pihak kedua yang bertindak atas nama PT Ciputra Internasional, yakni Dewi Rompas dan Sindy Rini Margaretha Imbang.

Keduanya menerima Surat Kuasa Khusus Nomor : 059/HH-NJS/ap/V/2023-SK/CI tertanggal 16 Mei 2023, untuk mengurus, serta melakukan segala tindakan hukum yang diperlukan guna terjadinya kesepakatan perdamaian.

Terungkap dalam kesepakatan, bahwa eks penggarap HGB 70 menyadari sebenarnya PT Ciputra Internasional atau yang dikenal Citraland Manado bukan pihak yang berperkara.

Dua pihak yang berperkara sebenarnya Bank Pinaesaan sebagai penggugat dengan 147 KK sebagai tergugat.

“Pihak pertama, yakni warga yang diwakili Sonny Woba Cs menyatakan dalam Akta Perdamaian bahwa mereka secara terang dan sadar, tidak ada paksaan dari pihak manapun menyatakan dan mengakui bahwa pihak kedua bukanlah sebagai pihak dalam perkara/sengketa lahan HGB Nomor 70/Winangun,” urai perwakilan Kuasa Hukum PT Ciputra Internasional, Sanaissara Hamamnudin, SH., MH dan Doan Tagah SH, Senin siang.

Sebagai wujud kesepakatan dua belah pihak juga tertuang dalam Akta Perdamaian, dimana PT Ciputra Internasional memberikan uang kompensasi kepada warga eks penggarap lahan HGB 70 tahun 1994 sebesar Rp2,5 miliar.

“Secara teknis, nanti tim kerja yang terdiri dari 10 orang dan dipimpin Bapak Sonny Woba akan membagi hak kompensasi kepada warga. Silahkah bawa KTP, temui Sonny Woba dkk. Bagi yang sudah meninggal, ahli warisnya dapat membawa Akta Kematian dan menemui juga Pak Sonny Woba dkk,” jelas Sanaissara Hamamnudin, SH., MH dan Doan Tagah SH.

Mereka menambahkan, manajemen PT Ciputra Internasional akan mengumumkan secara resmi penyelesaian damai bersama eks penggarap HGB 70 termasuk pembayaran kompensasi.

Diketahui, warga bekas Kampung Winangun yang dikoordinir Sonny Woba sempat melayangkan permohonan eksekusi di Pengadilan Negeri Manado.

Hanya saja tidak bisa dipenuhi karena PT Ciputra Internasional (Citraland Manado) bukan pihak yang bersengketa atau turut tergugat dalam semua amar putusan berbagai tingkatan pengadilan.

Sejatinya, sengketa tanah itu antara warga bekas Kampung Winangun melawan Bank Pinaesaan dan turut tergugat PT Bumigraha Adikara.

Sekalipun 147 bekas Kampung Winangun memenangkan perkara melawan Bank Pinaesaan di tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali, PN Manado justru sudah menerbitkan dua penetapan.

Pertama, penetapan PN Manado Nomor 298/Pdt.G.2001/PN.Mdo tanggal 14 Desember 2010. Kedua, penetapan PN Manado Nomor 298/Pdt.G/2001/PN.Mdo tanggal 15 Januari 2020.

Dua penetapan itu berisi menolak permohonan eksekusi yang diajukan kuasa hukum Drs Frets Karel Tampi, Sony Woba, karena putusan tidak dapat dieksekusi (non executable), dan tidak dapat ditindaklanjuti.

Sehingga tidak berdasar hukum jika warga eks Kampung Winangun menyatakan diri telah memenangkan perkara dan melakukan tindakan tanpa hak terhadap tanah dan bangunan ex SHGB 70/Winangun yang dimiliki PT Ciputra Internasional.

Prosedur Perolehan Ex SHGB Nomor 70/Winangun, Citraland sebenarnya memperoleh hak atas tanah tersebut bukan dengan cara improsedural.

Sanaissara Hamamnudin, SH., MH dan Doan Tagah SH beberapa waktu lalu mengatakan, Citraland adalah pembeli yang beritikad baik.

Manajemen Citraland membeli secara resmi dari lelang negara yang dilakukan Tim Liquiditas Bank Pinaesaan yang dibentuk Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan RI.

Itu berarti dalam transaksi jual-beli, Citraland tidak bersentuhan langsung dengan Bank Pinaesaan, PT Bumigraha Adikara dan 147 KK warga bekas Kampung Winangun.

“Klien kami adalah pembeli yang beretikad baik. Perolehan hak atas ex SHGB 70/Winangun melalui mekanisme lelang negara. Itu dilindungi undang-undang dan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Klien kami tidak sembarangan. Kalau salah, tentu negara tidak melelang jaminan aset Bank Pinaesaan yang diliquidasi,” beber Sanaissara dan Doan Tagah SH.

Keduanya menegaskan, Citraland adalah pemegang sah ex SHGB Nomor 70/Winangun berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) Nomor 56/JB/Malalayang/XII/2002 tanggal 17 Desember 2022.

Sehingga Citraland berhak membangun rumah dan menjual ke pembeli sebagaimana diatur di Pasal 32 Peraturan Pemerintah RI Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak atas Tanah.

“Sekarang kami bersyukur, bahwa niat baik dua belah pihak untuk menyatakan kesepakatan damai sudah tercapai. Kami berharap tidak ada lagi dinamika lain karena dua pihak sudah terikat dalam kesepakatan,” tandas Sanaissara Hamamnudin, SH MH dan Doan Tagah SH.

Hal senada disampaikan ketua tim kerja masyarakat eks penggarap Sonny Woba.

”Kami berterima kasih kepada PT Ciputra Internasional yang sudah memberikan kompensasi untuk warga eks penggarap. Ini adalah kerinduan kami selama 21 tahun. Karena kami menyadari kami hanya penggarap. Kami bukan pemilik hak atas obyek tersebut,” jelas Sony Woba.

Dua belah pihak sudah akhiri sengketa lewat Akta Perdamaian di hadapan notaris.(tr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *