‘Korupsi’ Dana Covid-19 yang Dikelola Debie Kalalo Masuk Kejati Sulut

MANADO, mejahijau.co – Ketua LSM Inakor (Independen Nasional Anti Korupsi) Rolly Wenas resmi melapor dugaan tindak pidana korupsi Dinas Kesehatan Provinsi Sulut.

Dugaan korupsi dana Covid-19 yang dikelola dr Deiby Kalalo masuk dalam pengusutan Kejaksaan Tinggi atau Kejati Sulut.

Laporan resmi dimajukan LSM Inakor Sulut ke Kejati Sulut tertanggal Selasa, 19 Juli 2022, dan diterima Rusmiaty SH salah satu staf kantor tersebut.

Ditunjang bukti-bukti pendukung, Ketua LSM Inakor Sulut Rolly Wenas akhirnya melapor dugaan kejahatan anggaran yang dikelola Dinkes Sulut yang dipimpin dr Debie Kalalo.

Wenas menyebut, pengadaan PBI yang mengeruk anggaran fantastis tak sesuai kebutuhan dan tanpa perencanaan.

Untuk pembiayaan PBI sebagai alat Covid-19 secara keseluruhan, kabarnya Gubernur Olly Dondokambey belum memberikan persetujuan.

“Indikasi kuat dugaan tindak pidana korupsi anggaran fantastis untuk PBI alat penanganan Covid-19. Itu sebabnya kami berani melapor kasus ini ke penegak hukum,” sergah pegiat antikorupsi ini kepada wartawan di Kantor Kejati Sulut, Selasa (19/07/2022).

Adapun laporan resmi LSM Inakor Sulut ke Kejari Sulut, ikut menyertakan tembusan kepada Presiden RI, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Jaksa Agung, dan Ketua KPK-RI.

Aktivis vokal ini lantas membeber realisasi impor barang dari Cina, sampai 27 Mei 2020 anggaran yang digelontorkan untuk impor barang sebesar Rp63,6 miliar.

Lucunya, anggaran ini jauh lebih tinggi dari nilai yang disetujui sebesar Rp Rp50,9 miliar.

“Jadi terdapat selisih Rp12 miliaran. Dan selisih ini pintu masuk penyidik Kejati Sulut untuk menelusuri penyimpangan anggaran penanganan Covid-19,” kata Wenas.

Bahkan LSM Inakor Sulut semakin curiga soal kejanggalan dari sisa anggaran sampai tahap enam yang hanya tersisa Rp1,9 miliaran. Sementara barang yang diimpor senilai Rp63,6 miliar, namun realisasi kontrak hanya sebesar Rp15,9 miliaran.

“Jadi barang-barang impor yang tersisa bernilai Rp47,7 miliaran. Semua barang itu tersimpan di gudang JSM, dan tidak jelas peruntukannya apa,” ungkap Rolly Wenas.

Kemudian Tim Inakor Sulu meminta penjelasan dari manajemen JSM soal keberadaan barang-barang di gudang tersebut.

Sumber berita di PT JSM menyebut, semua barang di gudang itu milik PT CPHPL. Dan PT CPHPL sendiri adalah perusahaan penyedia barang yang menjadi rekanan Dinkes Sulut.

“Barang-barang itu dititipkan PT CPHPL di gudang JSM. Tapi khusus untuk rapid test, ditempatkan di kontainer pendingin milik JSM di Tuminting dengan biaya listrik dibebankan ke PT CPHPL,” ungkap Wenas dan kawan-kawannya

Sumber juga menyebut nama importir dan pembeli yang tercantum dalam invoice adalah Bendahara Dinkes Sulut. “Informasi yang kami dapati, barang-barang milik Dinkes Sulut itu tidak digunakan. Alasannya karena pembayaran barang dilakukan secara parsial, dan tergantung realisasinya,” jelasnya.

Pihaknya menduga kejanggalan terjadi karena Kepala Dinas Kesehatan tak efektif mengawasi tugas PPK dalam pengusulan impor barang.

“PPK sendiri kurang cermat melaksanaan tugasnya terkait pengadaan barang impor. Diduga kuat pengadaan tidak sesuai Permen Keuangan RI Nomor 34/PMK.04/2021 tentang pemberian fasilitas kepabeanan dan/atau cukai untuk keperluan penanganan Covid-19,” beber Wenas.

Atas dasar itulah sehingga LSM Inakor Sulut berkesimpilan terjadi perbuatan melawan hukum dalam pengadaan barang impor alat-alat penanganan Covid-19 di Dinkes Provinsi Sulut.

Terkait dugaam kasus, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulut dr Deiby Kalalo kayaknya enggan menjawab konfirmasi redaksi media ini.(tim redaksi)