Surat Dinas AKBP Rudi Hartono yang Meminta Pengukuran Tanah Warga tak Dapat Dibenarkan

MANADO, mejahijau.com – Surat Dinas AKBP Rudi Hartono yang meminta perangkat Desa Ratatotok Satu ukur tanah sengketa, tak dapat dibenarkan. Surat dinas Kapolres Mitra yang ditujukan kepada Kepala Desa Ratatotok Satu ini dinilai tendensius, salah kaprah, dan tak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.

Penegasan itu diungkapkan akademisi hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Eugenius Paransi SH MH saat diwawancarai redaksi mejahijau.com, Senin 06 Desember 2021.

“Kalau penyidik minta diukur obyek sengketa yang menjadi locus delicti kepada kepala desa, itu dapat dibenarkan. Tapi kalau meminta Kepala Desa mengukur atasnama pihak tertentu, ini tidak obyektif lagi, karena ada dua pihak yang bersengketa atas tanah tersebut. Maka pantas kalau kepala desa tidak mengukurnya,” ungkap Eugenius Paransi.

Menurut dosen Fakultas Hukum Unsrat Manado ini, kalau benar ada surat dinas kepolisian yang meminta ukur tanah atasnama salah satu pihak, maka tugas polisi cenderung menyimpang dalam menangani suatu perkara.

“Tidak dibenarkan karena menyimpang, apalagi obyek sedang sengketa. Mengapa tidak dibenarkan? karena surat dinas itu cenderung berpihak kepada salah satu pihak tertentu sementara pihak lain diabaikan dan terkesankan dikorbankan,” pungkasnya.

Pemberitaan media ini sebelumnya, Kapolres Mitra lewat surat dinas berkop Polri nomor: B/170/VI/2021/Reskrim meminta Kepala Desa Ratatotok Satu melakukan pengukuran dan penunjukan batas tanah milik Adri Didi Mamahit.

AKBP Rudi Hartono sendiri membenarkan surat tersebut diterbitkan dirinya selaku Kapolres Mitra dan juga sebagai penyidik atas kasus tersebut.

“Tolong dilihat dalam surat, bahwa Kapolres selaku penyidik. Berarti surat itu ada kaitannya dengan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Satreskrim,” kata AKBP Rudi Hartono sebagaimana pesan WA-nya, ‘Tlg di lihat dalam surat bahwa Kapolres selaku penyidik, berarti surat itu ada kaitannya dg penyelidikan dan penyidikan yg dilakukan oleh Satreskrim’.

Ternyata selidik punya selidik, kasus diawali obyek tanah milik Revol Tambuwun dan keluarganya mendapat klaim kepemilikan dari Adri Didi Mamahit.

Adri melapor pidana Hin sapaan Revol Tambuwun ke Polda Sulut. Hin disangkakan melakukan penguasaan tanah miliknya tanpa izin alias penggelapan hak tanah milik Adri.

Terkait itu, Institut Lembang Sembilan (IL9) mendesak Kapolda Sulut atau Kapolri memeriksa surat dinas Kapolres Mitra yang terkesan tidak obyektif lagi.

“Apakah surat dinas itu sesuai tupoksi Polri atau tidak, itu harus diuji. Maka sebaiknya Kapolda Sulut dan Kapolri periksa Kapolres Mitra,” kata Harianto SPi, Wakil Ketua Institut Lembang Sembilan (IL9) Provinsi Sulut.

Lanjut dia, kalau ternyata surat tersebut tidak sesuai Tupoksi Polri, maka bersangkutan patut dijatuhi sanksi sesuai ketentuan kepolisian karena berpotensi merusak nama baik Polri.

Jurubicara IL9 ini menyebut soal adanya oknum-oknum yang sengaja didatangkan dari Jawa Tengah. Kehadiran mereka berpotensi merusak kultur dan tatanan kemasyarakatan di wilayah Ratatotok dan sekitarnya.

“Informasi yang kami terima, ada oknum-oknum tertentu yang memboncengi praktek mafia tanah di wilayah pertambangan di Desa Ratatotok. Untuk itu kami meminta Kapolri dan Kapolda Sulut segera mengevaluasi anggotanya dan tingkatkan pengawasan di wilayah itu,” kata Harianto.

Menurut Harianto, surat dinas Kapolres Mitra itu terlanjur menjadi bahan perbincangan masyarakat sehingga pimpinan kepolisian patut untuk memeriksanya kembali.

Diketahui Institut Lembang Sembilan merupakan organisasi sayap pemenangan Presiden Joko Widodo – Ma’aruf Amin, maka pihaknya akan terus mengawal program pemerintah dalam mewujudkan Indonesia Maju.(vanny/*tim redaksi)