Penjelasan Resmi RSU Gunung Maria Soal ‘Covidkan’ Pasien Meninggal

TOMOHON, mejahijau.com – Manajemen Rumah Sakit Umum (RSU) Gunung Maria akhirnya memberikan penjelasan resmi soal berita berjudul “‘Covidkan’ Pasien Meninggal, RS Gunung Maria Tomohon Bakal Digiring ke Penegak Hukum” yang dipublish redaksi mejahijau.com, Senin, 09 Agustus 2021.

Penjelasan panjang lebar soal penanganan pasien meninggal Andrisen Rey warga Desa Kolongan Satu, Jaga 5, Kecamatan Kombi, Minahasadipaparkan langsung Direktur RSU Gunung Maria, dr Frankly Oktavian Palendeng, baru-baru ini.

“Memang sewaktu pasien datang, denyut nadinya sudah tidak ada. Dan pasien sudah dinyatakan meninggal dunia. Namun karena suhunya masih hangat, petugas berusaha melakukan resuisitasi dengan tindakan memompa jantung dan sebagainya. Tetapi akhirnya memang sudah tidak bisa tertolong lagi,” jelas dr Frankly Palendeng kepada redaksi mejahijau.com.

Setelah dilakukan pertanyaan-pernyataan dengan keluarga, kata dr Frankly, pihak keluarga mengakui kalau ada riwayat batuk-batuk dan suhu tubuh sempat pernah di atas 38.

Kan kita tahu bersama, kalau tubuh panas di atas 39 derajat dan batuk-batuk, itu masuk kategori gejala Covid-19 dan termasuk kriteria suspect,” tandas dr Frankly.

Semuanya sudah dijelaskan dalam protokol dari Kemenkes maupun BNPB mengenai upaya penanggulangan pencegahan penyakit menular.

Setiap orang atau pasien dengan gejala yang mengarah ke Covid, tentu rumah sakit akan melakukan screening terlebih dulu, dan itu sudah sesuai dengan panduan protokol kesehatan.

Dan pasien almarhum Andrisen Rey, memang perawat yang bertugas melakukan pengambilan sampel dengan melakukan pencolokkan hidung. Hasilnya biasanya keluarga tak diperbolehkan melihat hasilnya, tetapi kali ini keluarga pasien membuktikan sendiri hasilnya apa.

“Keluarga pasien membuktikan langsung hasilnya. Ternyata ada strip dua garis, itu artinya pasien positif,” jelas dr Frangkly.

Lanjut dikatakan, manajemen pelayanan RSU Gunung Maria hanya melaksanakan pelayanan sesuai protokol kesehatan dan standar pelayanan masa pandemi Covid-19.

“Kita memberikan pelaynan sesuai regulasi dan ketentuan yang ada. Soal pakaian Jas, itu keluarga yang minta, tetapi jenazah sebelumnya sudah di wrapping,” katanya.

Tradisi sejak lama RSU Gunung Maria, kata dia, setiap pasien yang masuk langsung ditindaklanjuti terlebih dahulu. Pengambilan swab sesudah pasien meninggal dunia, ternyata belakangan adalah suspect.

“Itulah resiko nakes, kadang pasien gawat nakes sudah tidak berpikir covid atau tidak, tetapi diutamakan penindakan. Kendati akhirnya, baru sadar belakangan, ‘Waduuh, saya sudah kontak erat, ternyata pasien tadi pasien positif covid’. Naah itulah pergumulan-pergumulan beresiko para nakes kita saat ini,” ungkap dr Frankly Palendeng.

Lanjut dia, kondisi sekarang di RSU yang dipimpinnya tak dipungkiri memang cukup mencemaskan. Jumlah pasien melonjak, banyak nakes yang terpapar. Sehingga tidak mengherankan kalau dalam satu shift tinggal 1 atau 2 orang saja yang bertugas dan beban kerja jadi banyak.

“Jadi kalau tambah dengan berita-berita miring, kadang bikin torang sakit hati. Karena sudah berbuat sesuai torang pe janji sebagai dokter atau perawat, tetap masih dianggap salah,” ungkap dr Frankly.

Dan lebih memiriskan lagi, kata dia, pihak rumah sakit yang sudah bersusah payah dituduh sebagai penjahat kemanusiaan.

“Itu yang paling miris dan amat menyakitkan, padahal torang sudah berbuat sesuai peraturan dan prosedur dan berusaha memberikan yang terbaik,” tutur dr Frankly Palendeng.

Dia menuturkan, kenyataan sekarang ini banyak anggota keluarga atau nakes kita yang meninggal dunia karena Covid-19. Apakah kita tegah mengcovidkan keluarga sendiri atau nakes sendiri sendiri?

“Itu kan tidak mungkin, tetapi karena memang hasil pemeriksaan betul-betul seperti itu,” katanya.

Pasien yang masuk di rumah sakit semua menjalani screening supaya bisa dipisahkan mana yang covid dan tidak covid. Itu bertujuan untuk menghindari pencampuran pasien covid atau tidak yang nantinya akan dirawat.

Menurutnya, patut diketahui kalau pasien positif gejalanya tidak harus panas dan batuk. Sebab ada yang mengeluh, ’Aduh cuma ada cilaka motor, kiapa sudah positif?!. Tetapi saat di screening ternyata positif, mungkin saja si pasien tidak ada covid, cuma gejalanya muncul setelah berada di rumah sakit. Dan itu dialami hampir semua rumah sakit saat ini.

“Banyak pasien positif Covid-19 yang menjalani perawatan di RSU Gunung Maria pulang karena sembuh. Jumlah yang sembuh cukup banyak. Tetapi 1 pasien yang meninggal disoroti, dibanding 100 pasien yang sembuh,” kata dr Frankly bahwa pihaknya memahami kondisi psikologis masyarakat.

Meski sudah ada edukasi jelas dengan baik-baik, ketika sesampainya di rumah jadi lain karena pihak lain ikut nimbrung sehingga akhirnya muncul resistensi.

Sebagai manusia biasa, kata dr Frankly Palendeng, pihaknya memaklumi kalau memang ada kebanyakan orang menolak dengan kenyataan. Padahal keluarga pasien adalah keluarga manajemen rumah sakit juga.

“Sama-sama berharap pada satu tujuan, yaitu setiap pasien boleh disembuhkan,” pungkasnya.(tim redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *