Aroma Korupsi Proyek 23 Miliar Yasonna Laoly di Kota Tomohon

TOMOHON, mejahijau.com – Pengerjaan proyek Lembaga Pemasyarakatan Masyarakat (Lapas) Perempuan Kelas IIB Manado di Kota Tomohon benar-benar menjengkelkan. Pelak saja aroma korupsi proyek 23 miliar di Kota Tomohon terjadi di institusi Kementerian Hukum dan HAM yang dipimpin Yasonna Laoly.

Ungkapan itu disampaikan Koordinator Tomohon Corruption Watch Steven Lalawi kepada redaksi mejahijau.com, Selasa 01 Desember 2020.

“Kami masyarakat sangat menyesalkan proyek Kementerian Hukum dan HAM di Kota Tomohon ternyata amburadul. Kami melihat langsung di lokasi proyek, pembangunan Lapas Perempuan di Kelurahan Kolongan Satu, Kecamatan Tomohon Tengah, benar-benar indikasi korupsinya sangat kuat,” ujar Lalawi.

Pengerjaan proyek banderol Rp 23 miliaran tahun anggaran 2019 itu, kata Lalawi, sesuai kontrak karya antara perusahaan pelaksana dengan Kementerian Hukum dan HAM selaku pemilik proyek seharusnya sudah tuntas dikerjakan tanggal 28 Desember 2019 lalu.

Namun posisi bulan Mei 2020 lalu hingga melewati proses addendum tak jua berhasil diselesaikan PT Daman Varia Karya selaku pemenang tender.

“Informasi yang kami terima proyek sudah melalui addendum ternyata tidak juga berhasil diselesaikan. Dan proyek Kementerian Hukum dan HAM yang dipimpin Pak Menteri Yasonna Laoly benar-benar sangat menjengkelkan. Kasat mata saja kualitas pekerjaan sangat rendah,” kata Lalawi.

Lanjut dipaparkan, memasuki Lapas Perempuan yang lokasinya bersebelahan dengan Lapas Anak Tomohon , kita akan mendapati ruas jalan tanah. Kalau hujan sudah pasti sangat becek. Seharusnya diaspal hingga pintu masuk.

Sementara landscape halaman depan Lapas Perempuan tampak tidak tertata. Dan jalan di halaman depan itu hanya dilapisi sirtu dan batu-batu tajam.

Fisik bangunan tampak hanya laburi dengan cat dasar saja. Pintu besi pintu masuk tahanan dirancang dari besi bolong segi empat, jangan tanya lagi sudah dipastikan kualitas rendah. Itu terdengar dari bunyi nyaring ketika pagar besi diketok dengan logam lain.

Kondisi proyek menelan anggaran puluhan miliar namun kondisinya sedemikian rupa. Hal itu yang membuat Koordinator TCW Steven Lalawi sangat geram. Dia mengancam akan memproses hukum proyek Yasonna Laoly yang menurut penilaiannya banyak kejanggalan.

“Kami akan memproses hukum proyek Kementerian Hukum dan HAM ini. Menteri harus bertanggungjawab kepada masyarakat Sulawesi Utara. Satker dan PPK, Bendahara proyek, hingga manajemen PT Daman Varia Karya juga harus bertanggungjawab. Data indikasi penyimpangan anggaran cukup kentara dan sudah kami kantongi seluruhnya,” tandas Lalawi.

Pun lokasi proyek sesuai perencanaan awal, lanjut dia, sebenarnya berlokasi di Ilo-ilo di Desa Wori Kabupaten Minahasa Utara. Tetapi heran mendadak dipindahkan ke Kota Tomohon.

“Dan semua sudah kami monitor, pemindahan lokasi proyek kan ada aturannya. Padahal Gubernur Olly Dondokambey sudah setuju lokasi Lapas Perempuan dikerjakan di Ilo-ilo, tetapi kemudian dipindah seenak perut Kementerian Hukum dan HAM,” pungkas Koordinator TCW, Steven Lalawi.

Hal senada diungkapkan Ketua Presidium Masyarakat Tomohon, Harry Runtuwene. Katanya, sangat mengherankan kalau kemudian Kementerian Hukum dan HAM yang dipimpin Yasonna Laoly harus berhadapan dengan hukum gara-gara Lapas Perempuan Manado di Kota Tomohon.

“Memang pekerjaan proyek Lapas Perempuan ini amburadul dan sangat memprihatinkan. Kami akan serius mengawal proses hukum proyek ini. Jika Menteri KKP Edhy Prabowo ‘digigit’ benih lobster oleh KPK, maka kita akan melihat pak Menteri Yasonna Laoly juga ‘digigit’ Lapas Perempuan dari kasus ini,” seringai Runtuwene.

Terpantau ruas jalan masuk belum selesai. Di luar halaman gedung memang sudah di pagari beton. Di bagian dalam rangka beton terlihat menyeramkan. Kesan amburadul pada kegiatan proyek yang dikelola kontraktor asal Surabaya itu tampak terlihat jelas.

Sementara PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) Tjahja Rediantana BCIP SH MH merupakan sosok yang paling bertanggungjawab dari seluruh rangkaian kegiatan pembangunan Lapas Perempuan Manado di Tomohon.

Dikonfirmasi redaksi mejahijau.com di ruang kerjanya di Lapas Anak beberapa waktu lalu, Tjahja Rediantana enggan membantah lebih.

“Iyaaa ada proses addendum-nya. Dan kami rutin melaporankan ke BPK-RI dan BPKP,” kata Tjahja yang saat itu rangkap sebagai Kepala Lapas Anak dan Kepala Lapas Perempuan di Tomohon.

Meski tanggungjawabnya belum selesai, Tjahja Rediantana kini sudah dimutasi ke salah satu Lapas di Provinsi Gorontalo.(tim redaksi/ferry/jopa)