Kasus ‘Ijazah Palsu’ Shintia Dihentikan, Polda Sulut Bakal di Pra-Peradilan

MANADO, mejahijau.com – Ketua Minut Connection, Noldy Awuy segera memperkarakan SP3 (surat penghentian penyidikan dan penuntutan) atas kasus dugaan ijazah palsu (Ipal) wanita inisial SGR alias Shintia.

Dugaan ijazah palsu Anggota DPRD Kabupaten Minahasa Utara (Minut) yang juga anak sulung Bupati Vonnie Anneke Panambunan ini, teregistrasi sesuai Laporan Polisi: STPL/666/IX/2019/ SLT/Res.Minut, tertanggal 30 September 2019.

Kasus Shintia langsung menjadi sorotan sejumlah media, apalagi bersangkutan salah satu bakal calon Bupati Minut terkuat menggantikan posisi ibunya.

Terbilang cukup lama laporan polisi nomor ‘666’ di Polres Minut itu tertahan tanpa penindakan lebih lanjut. Belakangan kasus beraroma permainan “duit” ini ditarik ke Polda Sulut. Sialnya lagi, kasus anak Vonnie Anneke Panambunan yang terlanjur sorotan masyarakat ini justru di SP3 Polda Sulut.

“SP3 Polda Sulut ada banyak kejanggalan! Maka kami akan menempuh jalur praperadilan!,” tandas Noldy Awuy kepada mejahijau.com di bilangan Sario, Manado, Senin, 27 Juli 2020.

Menurut Awuy, Kepala Sekolah SMU Pelita 3 Pulo Gadung Jakarta Timur telah membantah secara tertulis, Pihaknya tersebut tidak pernah mengeluarkan ijazah kepada SGR alias Shintia.

Dan ijazah tersebut telah digunakan Shintia. Pertama dia telah memasukan sebagai dokumen pencalonan anggota DPRD Minut periode 2014-2019 dari Partai Gerindra. Saat itu, putri tercinta Bupati Minut berhasil terpilih sebagai Anggota DPRD Minut.

Periode berikutnya, kembali Shintia mencalonkan diri lagi. Kali ini dengan Partai Nasdem. Dan untuk kedua kalinya Shintia terpilih bahkan menduduki jabatan Wakil Ketua DPRD Minut.

Kasus dugaan ijazah palsu Shintia mendapat perhatian Aliansi Guru Indonesia Sulut (AGIS). Jika terbukti ijazah palsu, bersangkutan terancam hukuman penjara, tandas Sekretaris AGIS Fery Jones Sangian kepada mejahijau.com, baru-baru ini.

Menurut Sangian, selain Shintia mereka-mereka yang ikut terlibat mulai dari pembuatan serta pemanfaatan ijazah tersebut harus diproses hukum semuanya.

“Di luar KUHP, perihal ijazah secara khusus ada peraturan tersendiri, yaitu pasal 69 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,” kata Sangian.

Bahwa setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, dan/atau vokasi yang terbukti palsu, terancam hukuman pidana.

“Jadi sudah jelas, aturan Sistem Pendidikan Nasional diatur soal pemanfaatan penggunaan ijazah. Dan pemanfaatan ijazah palsu, sanksi pidananya sangat jelas,” pungkas Sangian.(tim redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *