Penerapan Hukum Janggal, Warga Tuminting Mengadu ke Presiden Jokowi

MANADO, mejahijau.com – Entah harus mengadu kemana lagi sengketa tanah yang merugikannya, akhirnya Cahyanto Amos Guntur layangkan permohonan kepada Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

Semua instansi terbilang sudah dilaporkan Cahyanto yang tercatat adalah warga Kelurahan Mahawu, Kecamatan Tuminting, Manado. Namun semua upayanyan tidak satupun ditindaklanjuti instansi yang dilapornya.

Nyaris putus asa, akhirnya Cahyanto melalui Gubernur Olly Dondokambey melayangkan laporan kasus yang merugikan pihaknya ke Presiden Joko Widodo.

Apa yang dialaminya, Cahyanto menilai, ternyata hukum hanya dijadikan simbol tanpa fungsi dan tanpa penerapan yang jelas. Dia mempertanyakan apakah undang undang dan Peraturan Pemerintah (PP) hanya tulisan belaka tanpa penerapan.

Seperti rilis yang diterima redaksi mejahijau.com, Cahyanto mempertanyakan dimanakah keadilan di negara ini. Apakah hukum di Indonesia hanya untuk menzolimi kaum yang lemah dan termarjinalkan?.

Adapun permasalahan menimpah Cahyanto, berawal dari sengketa tanah (perkara perdata) nonor: 242/Pdt.Bth/2017/PN. Mnd, dimana perkara perdata telah terjadi kesalahan penerapan hokum.

Pertimbangan sanksi hukum yang tidak relevan sehingga berakibat keputusan NO (Niet Ontvankelijke Verklaard) atau gugatan tidak dapat diterima karena alasan mengandung cacat formil. Ini artinya, gugatan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh hakim untuk diperiksa dan diadili sehingga tidak ada objek gugatan dalam putusan untuk dieksekusi.

“Berakibat permohonan perkara saya tidak diterima dengan keputusan NO. Saya ingin membuat kembali permohonan perkara ulang akan tetapi berhubung biaya perkaranya sangat mahal, akhirnya saya lanjutkan ke proses banding di Pengadilan Tinggi hingga Kasasi ke Mahkamah Agung RI,” ungkap Cahyanto.

Dia menunjukkan letak kesalahan penerapan hukum dengan pertimbangan sanksi hukum yang tidak relevan dimaksud yakni:

1. Tergugat telah menerima kuasa dari semua ahli warisnya, sesuai dengan putusan pengadilan sebelumnya terlampir dengan surat kuasa yang sah. Sedangkan selama proses persidangan tidak pernah dihadiri oleh pihak pihak tergugat, melainkan hanya 1 (satu) pihak saja yaitu, Abdullah Sirah ahli waris dari Alm Asma Ketjil.

2. Perubahan sertifikat tanah yang melanggar undang undang Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997. Karena tanah tersebut masih dalam proses perkara hokum berdampak pada tersamarkan dalil dalam sengketa dengan objek perkara.

3. Terjadinya peralihan hak atas tanah sengketa yang melanggar hukum karena adanya larangan peralihan hak atas tanah sengketa sesuai 39 ayat (1) huruf PP 24 1997 sebagai berikut: PPAT menolak untuk membuat akta, jika objek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan atau data yuridisnya.

4. Tidak diterimanya surat permohonan izin pemindahan hak Eigendom Verp no 265 sebahagian yang dikeluarkan oleh Djawatan Agraria Kantor Agraria Daerah Minahasa/Manado no 56a/pmh/rah/60 tanggal 10 september 1960 oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Kota Manado.

5. Adanya relas panggilan teguran (Aanmning) pada hari rabu tangga 22 april 2020 oleh Pengadilan Negeri Manado kepada masyarakat yang menempati tanah objek sengketa yang telah dibatalkan karena masih dalam proses perkara.

“Untuk kesalahan penerapan hukum dengan pertimbangan sanksi hukum yang tidak relevan pada point 1, telah saya laporkan ke Polda Sulut. Disana ada dugaan pemalsuan sertifikat tanah, namun laporan telah ditutup tanpa pemberitahuan kepada yang berperkara. Laporan tersebut saya meminta Polda dapat menetapkan sita jaminan sesuai pasal 226 ayat (7) Herzien Inlandsch Reglement (HIR),” papar Cahyanto.

Lebih lanjut urainya, tanah tersebut telah diperkarakan sejak tahun 1985 dengan perkara perdata nomor: 240/PERD1985.G/PN. Manado (bukti terlampir). dimana pokok dalihnya, bahwa sertifikat tanah cacat hukum karena tidak sesuai undang undang yang berlaku.

Menurutnya, seharusnya surat ukur dulu yang diterbitkan kemudian sertifikat, tetapi kenyataan sertifikat dahulu yang keluar tanpa ada ukuran tanah. Saat itu undang undang dan hukumnya jelas tetapi sekarang sudah disamarkan.

Cahyanto sedikit menceritakan, sebagai ahli pihaknya tidak pernah menguasai menduduki ataupun mengeola lahan tersebut. Ada surat keterangan dari Lurah pertama Tuminting Almarhum Calvin Bulahari yang menerangkan dengan jelas kondisi tanah tersebut.

“Saya berharap warkah tanah objek sengketa dapat diperiksa dan ditinjau kembali karena mengandung banyak cacat formil, misalnya sertifikat dibuat tahun 1965 tanpa pengukuran. Dan surat ukur nanti dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Kota Manado tahun 1981,” sambungnya.

Sedangkan perubahan, katanya, tahun 2013 menurut keterangan yang didapatkan dari kantor BPN RI Kota Manado hanya dirubah nomor sertifikatnya saja tahun perubahan sertifikat tidak perlu dirubah.

Perubahan sertifikat itu pun nomor sertifikat dicoret dengan tinta bulpen dan hanya ditulis tangan tanpa penggantian buku surat tanah yang baru.

“Oleh karena itu saya bermohon kepada Bapak Presiden Jokowi (Jokoo Widodo) agar dapat membantu saya dalam pengurusan permasalahan saya dan berharap supaya hukum di Indonesia ditegakkan dan mengurangi jumlah kasus sengketa tanah di Indonesia karena kelalaian oknum tertentu. Semoga Bapak Presiden Republik Indonesia beserta keluarga diberikan Taufik wal Hidayah dari Allah SWT, Amin. Terimakasih,” tulisnya.

Dalam surat yang ditujukan kepada Presiden RI Joko Widodo tertulis pada tanggal 24 Juni 2020 juga tembusan ke 1 Kapolri cq Kabareskrim, 2 Ketua Ombudsman RI 3. Arsip.(tim redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *