Geliat Ekonomi Warga Kualamati di Tengah Pandemi Covid-19

AIRMADIDI, mejahijau.com – Di tengah wabah virus corona (Covid-19) yang mengancam perekonomian dunia, sekelompok warga Desa Jayakarsa, Kecamatan Likupang Barat, Minahasa Utara, berjibaku mempertahankan ekonomi mereka melalui pembuatan minyak goreng.

Desa Jayakarsa sebelumnya dusun dari Desa Paputungan,- yang dulunya disebut Kualamati. Sebanyak 20-an warga Kualamati di Desa Jayakarsa dari profesi berbeda, sepakat membentuk Kelompok Ezer Keneg’do.

Kelompok ini konsentrasi memproduksi minyak goreng dari bahan baku kelapa dalam. Lewat pembinaan intens dari Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), kelompok ini terbilang eksis.

Dalam seminggu mereka mengolah 2000-an batok kelapa untuk menghasilkan 75 sampai 100 liter minyak goreng murni.

Hasil produksi minyak goreng pun sudah dikemas rapi. Ukuran kemasan ½ liter dan 1 liter dengan label Moria, kayaknya mampu bersaing di pasar modern saat ini.

“Meski harganya sedikit lebih mahal dari kemasan minyak kelapa sawit, tetapi minyak goring dari bahan baku kelapa dalam yang diproduksi kelompok ini selalu habis terjual,” ungkap Derby Taroreh (53) kepada wartawan media ini, Kamis, 16 April 2020.

Selain aromanya harum, lanjut dia pendamping kelompok ini, minyak goreng produksi kelompok Ezer Keneg’do cukup awet dan mampu bertahan sampai lebih dari satu tahun lamanya.

“Cukup awet. Sudah diteliti. Ternyata rumusan awet tidaknya minyak goreng tergantung kandungan kadar air. Dan kadar air minyak kelapa produksi kelompok ini, nyaris ‘zero’,” ungkap Taroreh.

Disamping memproduksi minyak goreng, kelompok home-industry ini juga mempelototi hasil ikutan lain, antaranya taiminya atau blondo, pembuatan arang dan briket, serta pembuatan VCO (Verjin Coconut Oil).

Sementara Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Sulut, Refly Ngantung mengatakan, kelompok tidak sulit mendapatkan bahan baku kelapa dalam. Harganya pun masih relatif murah. Satu butir kelapa harganya antara Rp1000 sampai Rp1500 – tergantung ukuran besar atau kecil.

“Saya selalu ingatkan, jangan lagi mengolah kopra karena harganya hanya Rp3000 sampai Rp3500 per kilo. Dibanding kita memproduksi minyak goreng, harganya bisa mencapai Rp 4000 sampai Rp 4500 per kilogram,” kata Ngantung.

Tingkat higienis minyak goreng kelapa dalam, lanjut dia, jauh berbeda dengan minyak goreng kelapa sawit. Dan minyak goreng produksi kelompok dari Desa Jayakarsa ini benar-benar sehat.

Minyak goreng produksi Kelompok Ezer Keneg’do Desa Jayakarsa, dikemas untuk bersaing dengan produk minyak goreng lainnya.

Proses produksinya terbilang sederhana. Santan kelapa setelah dimasak melewati beberapa tahapan filter penyulingan. Filter penyulingan terakhir dipastikan membuang habis kadar air hingga nyaris zero.

Dan untuk meningkatkan produksi ke skala yang lebih besar, Kadis Novly Wowiling mengaku kelompok binaan dinas yang dipimpinnya memang kesulitan pembiayaan.

“Tetapi saya sudah anjurkan pengurus kelompok mengajukan permohonan KUR (Kredit Usaha Rakyat). Produksinya jelas dan memiliki nilai ekonomis, maka pihak bank akan siap membantu,” katanya lagi.

Lanjut Kadis Refly Ngantung , pemberdayaan ekonomi seperti Kelompok Ezer Keneg’do ada 45 kelompok se Sulut.

“Ada 45 kelompok serupa. Mereka dibina dengan bantuan mesin penyaring material, penyaring kadar air, hingga bisa mendapatkan hasil minyak goreng yang murni dan awet,” pungkasnya.

Selain itu, potensi Desa Jayakarsa terbilang memiliki nilai ekonomis. Warga bersama pemerintah desa mengmbangkan objek wisata bahari. Wisata mangrove, diving spot, serta pemandangan sunset saat petang.

Desa Jayakarsa juga memiliki enam (6) pulau tujuan wisata eksotis. Dari enam pulau dimaksud, baru tiga pulau yang memiliki nama dan sejarahnya. Tiga pulau tersebut, yakni Pulau Mandar, Pulau Bar, dan Pulau Angus. Dan tiga pulau lainnya saat ini belum memiliki nama.(vanny)

Anggota kelompok beramai-ramai mengolah buah kelapa untuk dijadikan minyak goreng dalam kemasan .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *