Kejati Sulut Didesak Proses Lagi Dugaan Korupsi di DPPKAD Bolsel

MANADO, mejahijau.com – Kasus dugaan korupsi penyimpangan gaji di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Pemkab Bolmong Selatan (Bolsel) tahun 2010 dinilai belum tuntas.

Kejaksaan baru menyeret satu orang yang saat ini sudah menerima putusan tetap. Sementara beberapa pejabat lain yang bertanggungjawab sebagai verifikator dan eksekutor anggaran, masih ‘gentayangan’ karena hanya predikat saksi kasus.

Hal itu diungkapkan Ketua Umum Forperindo (Forum Perjuangan Rakyat Indonesia) Chandra Takser kepada sejumlah wartawan di Manado, Senin, 04 November 2019.

Forperindo menilai, penanganan kasus penyimpangan dana sebesar Rp751 jutaan itu terputus di tengan jalan. Kejaksaan dinilai cenderung tebang pilih saja.

“Cenderung tebang pilih, dan penanganan kasus itu seperti terputus di tengah jalan. Padahal rangkaiannya belum tuntas seluruhnya,” tandas Chandra Takser.

Adapun kronologis kasus, kabarnya dana semula diajukan Ahmad Buntuan sebagai Bendahara Gaji ke Bendahara Pengeluaran Ibrahim Makalunsenge untuk menerbitkan Surat Perintah Pembayaran Surat Perintah Membayar (SPP-SPM).

Usulan dana itu kemudian diperiksa pegawai verifikator Muljono Rohim. Setelah diverifikasi, usulan dana untuk gaji PNS selama 9 bulan itu masuk ke bagian Penatausahaan Keuangan yang ditangani Ngasrima.

Setelahnya berkas naik ke meja Sekretaris DPPAKD Ir Ronny Sumilat. Proses lebih lanjut, dana diinput ke SIMDA oleh ASN Nelson Kalai.

Setelah itu disetujui Kepala DPPKAD Alex Saranaung SMi, lalu SP2D diserahkan ke Ahmad Buntuan untuk menarik dana di BRI Unit Molibagu.

Pada persidangan terungkap terjadi kerugian keuangan negara sekira Rp751.162.000 akibat dugaan penggelembungan.

“Kalau pengelembungan berarti diketahui semua pejabat yang memeriksa dan menyetujui usulan dana. Bukan cuma pengusul, tapi verifikator dan kuasa pengguna anggaran juga harus diproses hukum,” cetus Ketum Forperindo Chandra Takser.

Dia mencontohkan kasus Youth Center dan Solar Cell Manado yang menyeret PNS setara PPK, PPTK, KPA bahkan HO ke penjara.

“Mereka tidak memegang uang, tetapi masuk bui karena lalai atau mungkin sengaja membiarkan korupsi terjadi. Yang di DPPAKD Bolsel 2010 itu, juga terindikasi kelalaian sejumlah pejabat,” tandas Chandra.

Dia menegaskan, Kepala Kejati Sulut Andi Muh Iqbal Arief beserta jajarannya diminta untuk mengusut lagi seluas-luasnya dugaan korupsi di Dinas PPKAD Pemkab Bolsel. Praktis sepanjang tahun 2019, kinerja Kejati Sulut disorot karena terbilang nihil terhadap pemberantasan korupsi.

Seperti diketahui, buntut dari kasus tersebut Ahmad Buntuan menanggung sendiri dampak hukum dari perbuatan mengerat uang kas daerah untuk memperkaya diri sendiri maupun secara bersama-sama.

Dia divonis 3 tahun penjara, dan subsidier 1,2 tahun dalam sidang yang digelar Januari 2018 lalu di Pengadilan Negeri Tipikor Manado.(ferry lesar/tim redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *