Produksi Capai 69 Ribu, Disperindag Jangan Asbun Bicara Harga Cengkih

MANADO, mejahijau.com – Disperindag Sulawesi Utara sebaiknya tidak asal bunyi (Asbu) dan jangan asal-asal ngomong. Apalagi mengeluarkan pernyataan tidak populer dan kurang elok di mata rakyat khususnya harga Cengkih.

“Sejak pemeliharaan, pemetikan, sampai pengeringan Cengkih, biaya yang dikeluarkan petani cukup besar. Itu tidak terhitung pemeliharaan bertahun-tahun, pupuk dan lain-lain,” ujar Paulus Adrian Sembel, Kamis (20/06/2019).

Menurut Aktivis Asosiasi Petani Cengkih Indonesia (APCI) Sulut ini, biaya produksi yang dikeluarkan petani kurang lebih mencpai 69 ribu rupiah.

Itu sudah termasuk sewa buruh pemetik, pembuatan tangga, sarung, karung, tikar, pembersihan cengkih mentah, penyimpanan.

Selain itu, masih ada lagi biaya transportasi cengkih mentah dari kebun ke rumah, kemudian pengeringan hingga transportasi untuk dijual ke pedagang.

“Yang terpenting disini, bukan soal tambah kurang harga pasaran. Tetapi dampak psikologis masyarakat petani puluhan tahun berkutat dengan tanaman Cengkih, kemudian mereka diperhadapkan dengan persoalan hidup sehari-hari,” papar Sembel.

Lanjut dikatakan, harus ada simbiosis mutualistik atau saling menghidupkan antara pemerintah, pedagang, perusahaan rokok dengan petani.

“Karena lewat komoditas Cengkih, pemerintah memperoleh pajak dan cukai rokok sampai trililunan rupiah,” tandas Sembel.

Makanya sangat penting jika bicara Prinsip Keadilan antara pemerintah, pedagang, perusahaan rokok dengan rakyat kalangan petani.

Apa yang didapat petani setelah sekian tahun Indonesia merdeka, padahal petani cengkih sudah memberi sumbangsih besar terhadap ekonomi negara.

Para petani cengkih telah melahirkan orang-orang kaya di republik ini, dan mereka adalah para pemilik perusahaan rokok besar.

Sementara dampak sosial jatuhnya harga Cengkih terjadinya proses pemiskinan masyarakat secara struktural dan masif.

Buktinya lahan pertanian tidak bisa diolah maksimal karena kekurangan modal. Petani tidak mampu menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan tinggi, pengangguran besar, ancaman trafficking gadis-gadis petani, serta pengaruh buruk lainnya.

“Sekali lagi, jangan melihat harga Cengkih sesederhana begitu. Apalagi dikatakan petani masih untung dengan harga 50 ribu rupiah,” tandas Sembel.

Para petani cengkih berharap harga cengkih bisa berada di atas Rp100.000 per kilogram.
Olehnya pemerintah daerah mesti campur tangan turunnya harga salah satu komoditi andalan Sulut agar tidak terus melorot.

Diakui tidak semua warga Sulut memiliki kebun cengkih. Namun perputaran uang dari bisnis cengkih mampu memberikan kontribusi hingga 60% dari perputaran ekonomi di daerah.

Petani cengkih asal Desa Suluun Kecamatan Sultra Kabupaten Minahasa Selatan mengatakan, harga cengkih membuat petani tidak bergairah mengelola kebun.

“Seharusnya pemerintah menjamin harga cengkih. Kalau harga di bawah dari Rp100 ribu, jelas tidak memberi hidup layak petani cengkih. Sementara harga kebutuhan sehari-hari tidak sebanding dengan harga itu,” tutur Johnly Pangau, Kamis (20/06/2019).(*arya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *