Perempuan Harus Berani Ungkap Kasus KDRT

PERMASALAHAN Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) begitu marak di Kota Manado. Pengacara Christy Anastasia Laurine Karundeng SH, salah satu sosok wanita yang menaruh perhatian serius terhadap masalah tersebut.

Advokat berwajah cantik mengatakan, kasus KDRT adalah persoalan serius yang korbannya banyak dialami oleh perempuan.

Padahal tindakan kekerasan dalam rumah tangga telah diatur Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

“Korbannya paling banyak kaum perempuan, tetapi seringkali diabaikan oleh korban karena beberapa pertimbangan,” kata Advokat kelahiran 26 Juni ini.

Pertimbangan-pertimbangan tersebut, kata dia, antaranya merasa kasihan kepada suami pelaku KDRT. Suatu saat nanti korban berharap suaminya akan berubah.

Berikut ketergantungan ekonomi kepada pasangannya menjadi salah satu pertimbangan korban akan melapor suaminya kepada kepolisian.

Pertimbangan lain yang menjadi alasan kebanyakan korban, lanjut Christy, karena alasan ingin tetap bertahan demi masa depan anak.

“Itulah sederet fakta yang sering diungkapkan pada beberapa konsultasi hukum yang disampaikan korban KDRT kepada saya,” ungkap Christy.

Pertimbangan-pertimbangan seperti itulah yang menjadi penyebab sulitnya penegakkan hukum terhadap kejahatan kemanusiaan ini.

Menurutnya, kaum perempuan yang jadi korban seharusnya dapat lebih berani melawan tindak kejahatan kepadanya dengan cara melapor adanya tindakan KDRT.

“Korban harus berani. Tidak perlu segan-segan mengangkat masalah yang dialami. Kalau tidak, dampaknya kedepan bisa saja lebih fatal,” kata penggemar lagu-lagu Iwan Fals ini.

Pasal 1 ayat 1 UU KDRT, Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologi, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

“Memang Undang-Undang KDRT ini berlaku bagi setiap orang, tanpa membedakan jenis kelamin. Jadi, UU KDRT ini tidak hanya berlaku bagi seorang istri saja, namun juga berlaku untuk suami. Fakta yang terjadi di daerah kita, korban paling banyak adalah perempuan. Walau sesuai pasal 3 huruf b UU KDRT, yaitu bahwa penghapusan kekerasan rumah tangga menganut asas kesetaraan jender,” urainya.

Perempuan korban KDRT berdasar pasal 26 UU KDRT diberi ruang dan hak korban untuk melapor secara langsung, atau memberikan kuasa pada keluarga atau orang lain untuk melaporkan KDRT kepada pihak kepolisian.

“Olehnya perempuan tidak perlu takut melindungi dirinya. Sebab kebahagiaan itu tercapai dengan saling menghormati dan mencintai, bukan dengan kekerasan atas nama ikatan perkawinan,” pungkas Advokat murah senyum ini.(arya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *